Dunia Pendidikan dan Hak Asasi Manusia
Pada masa modern kini, dimana segala
sesuatu yang berbau kebarat-barat maka hal tersebut dianggap “baik”, atau
dianggap sudah maju. Bangsa kita seakan-akan menelan bulat-bulat budaya barat,
tanpa mencerna terlebih dahulu, budaya atau sistem dari barat, apalagi dari
segi hukum atau pandangan mengenai batasan hak-hak manusia.
Dari dunia pendidikan masa kini,
tidak jarang banyak bermunculan berita-berita mengenai kekerasan guru terhadap
muridnya sehingga masuk keranah hukum atau murid yang melaporkan guru kepada
orang tua atau walinya sehingga orang tua atau walinya datang kesekolah untuk
memperkarakan guru yang bersangkutan, akibat sang guru melanggar HAM. Jika kita
berkaca ke masa lalu, dimana era pendidikan ayah atau ibu kita, jika kita
bertanya bagai mana sistem pendidikan mereka, maka mereka akan bercerita jika
dulu guru-guru mereka tidak segan memukul mereka dengan penggaris kayu tebal,
sampai penggaris kayu tersebut patah, atau guru mereka tidak segan-segan mencubit,
atau membentak mereka, jika mereka salah.
Hasilnya adalah, pada masa
pendidikan dahulu banyak dihasilkan bukan hanya siswa siswi yang pintar, namun
juga berakhlak, berbudi pekerti, dan memiliki sopan dan santun. Namun kini
setelah bermunculan HAM, maka guru tidak bisa lagi mendidik dengan sistem
terdahulu, tidak boleh membentak, apalagi jika sampai memukul, karena bisa
dipidana, dan hasilnya adalah tidak jarang banyak siswa-siswi menjadi tidak
berakhlak, manja, suka melawan atau menghardik guru, akibat guru tidak
mempunyai kuasa mendidik secara maksimal.
Dalam perspektif saya melihat
kondisi pendidikan saat ini, antara Hak Asasi Manusia dan dunia pendidikan
haruslah kita menyikapinya secara baik-baik, kini kita melihat jika guru sudah
membentak, atau memukul sedikit saja, maka guru yang bersangkutan dapat
dipidanakan, padahal maksud dari guru tersebut adalah baik, yaitu guna membuat
anak didiknya menjadi pintar, berakhlak, memiliki sopan santun, serta memiliki
mental yang kuat, akibat munculnya HAM-HAM yang terlalu digaungkan tanpa adanya
batasan-batasan, guru-guru menjadi takut membina siswanya secara maksimal, dan
akhirnya guru hanya dapat membiarkan jika murid-muridnya melawan, dan akhirnya
yang kita lihat sungguh jauh berbeda baik itu dari segi moral, etika, dan sopan
santun.
Sungguh kita harus bisa menyikapi
segala sesuatu itu dengan baik, jangan kita memakai sistem atau budaya luar
secara utuh, diperlukannya filterisasi sehingga sistem atau budaya dari luar
dapat disesuaikan dengan nilai, adat dan norma asli budaya bangsa Indonesia.
No comments:
Post a Comment