Powered By Blogger

Monday, 4 April 2016

Mengenal Pesawat Tempur Sukhoi 35 Yang Akan dibeli Indonesia


            Indonesia tidak lama lagi akan menandatangani kesepakatan pembelian pesawat tempur Su-35, mengalahkan beberapa pesawat tempur canggih lain yang disodorkan oleh pihak produsen penerbangan dari Eropa dan Amerika






, seperti Typhoon, Rafale, F-16 dan Gripen.
            Tepatkah pilihan Indonesia ini ? dan apa yang menyebabkan Indonesia menjatuhkan pilihan kepada Su-35, bukan pada F-16 atau Gripen yang menawarkan skema TOT yang menggiurkan.
Sebaiknya kita lihat dulu sejarah, kemampuan dan strategi Rusia menciptakan pesawat tempur Su-35.
            Su-35 adalah upgrade besar-besaran dari Su-27M, Rusia berencana menjadikan pesawat tempur ‘spesialis intersep dan superioritas udara’ ini menjadi pesawat tempur multiperan yang lebih kuat dari Su-30.
Su-27 kemudian di upgrade dengan kemampuan baru agar mampu menggunakan persenjataan amunisi presisi, untuk mengaktifkan kemampuan ini Su-27 memasang radar udara baru, modifikasi pada sistem kontrol senjata, modifikasi pada air frame, dan penambahan canard. Karena sejumlah alasan, Su-27M upgrade tidak pernah diproduksi. Pada bulan Februari tahun 2008 Sukhoi Su-35 lepas landas di pangkalan udara Ramensky Airfield di Gromov Flight Research Institute. Pesawat tempur ini awalnya diberi nama Sukhoi Su-35BM (modernisasi besar atau upgrade besar), dan kemudian berganti nama menjadi Su-35 untuk pasar ekspor.
Setelah Angkatan Udara Rusia tertarik dengan pesawat tempur baru ini, muncul varian Sukhoi Su-35S, huruf ‘S’ dibelakangnya menandakan versi yang ditujukan untuk Kementerian Pertahanan Rusia. Su-35 memiliki fitur dan kemampuan tempur yang mendekati pesawat tempur generasi kelima. Su-35S hanya minus dua persyaratan sebagai pesawat generasi kelima, yakni kurangnya teknologi siluman dan APAR (active phased array radar) atau radar AESA.
Persenjataan                                                                                                 
            Sukhoi Su-35S dilengkapi persenjataan meriam 30mm, memiliki 12 hardpoint untuk beragam rudal dan bom presisi, dan dapat mendeteksi target pada jarak lebih dari 400 kilometer, sedangkan radar dapat melacak hingga 30 target secara bersamaan.
            Su-35S memiliki jangkauan operasional lebih dari 3.500 kilometer tanpa mengisi bahan bakar. Fitur paling menonjol dari pesawat tempur generasi keempat lainnya adalah mesin baru, avionik dan radar yang lebih kuat.

Mesin Kuat
            Penggunaan mesin dengan daya dorong kuat adalah pembeda signifikan Su-35 dari jet tempur lawas Su-27 family. Mesin baru tersebut dikembangkan oleh NPO Saturn, anak perusahaan UEC, dan dikenal dengan sebutan 117.Mesin baru merupakan upgrade dari mesin AL-31F yang menggunakan beberapa teknologi generasi kelima. Upgrade telah meningkatkan tenaga dorong mesin 16% hingga 14.500 kgf dengan afterburner dan 8.800 kgf maximum dry thrust .
            Lifetime mesin meningkat secara signifikan (hingga 2 x sampai 2.7 x ) dibandingkan dengan mesin lawas AL-31F, sekitar 500 hingga 1.000 jam terbang sebelum perbaikan (dan 1.500 jam lebih lama sebelum overhaul pertama), total lifetime mesin meningkat dari 1.500 menjadi 4.000 jam. Dua produsen mesin – Ufa Engine Manufacturing Company (UMPO) dan Rybinsk-based NPO Saturn – akan bekerjasama memproduksi mesin 117.

Avionik Canggih
            Avionik dan perangkat Su-35 terintegrasi didalam sistem pengolahan informasi dan kontrol tunggal yang terdiri dari dua CPU digital, Interface dan Data Conversion System, dan head-up display (HUD) dengan tampilan full glass cockpit.
Su-35 memiliki dua LCD warna multifungsi LKM-35, sebuah panel multifungsi dengan prosesor display terintegrasi, dan head-up display lebar Collimated di kaca depan. Berbagai sistem avionic dan peralatan indikator pesawat dikembangkan oleh Biro Desain Ramenskoye Instrument, dan Concern Radioelectronic Technologies, anak perusahaan Kret.Para insinyur KRET juga merancang sistem navigasi baru untuk jet tempur, yakni sistem navigasi inersia BINS-SP-2 di ekor pesawat.
            Sistem navigasi dapat mengidentifikasi lokasi pesawat secara independen dari posisi satelit dan tanpa bantuan dengan sistem darat, dengan tingkat akurasi dua kali lebih baik dari versi sebelumnya. BINS-SP-2 juga memiliki lifetime hingga 10.000 jam, hampir dua kali lipat dari sistem navigasi sebelumnya. Sistem navigasi yang dibuat oleh anak perusahaan Kret ini juga akan juga digunakan dalam pesawat tempur generasi kelima.


Sumber: Jakartagreater.com

No comments:

Post a Comment