Mengenal Pesawat Tempur Sukhoi 35 Yang Akan dibeli Indonesia
Indonesia tidak lama
lagi akan menandatangani kesepakatan pembelian pesawat tempur Su-35,
mengalahkan beberapa pesawat tempur canggih lain yang disodorkan oleh pihak
produsen penerbangan dari Eropa dan Amerika
, seperti Typhoon, Rafale, F-16 dan Gripen.
Tepatkah pilihan Indonesia ini ? dan apa yang menyebabkan
Indonesia menjatuhkan pilihan kepada Su-35, bukan pada F-16 atau Gripen yang
menawarkan skema TOT yang menggiurkan.
Sebaiknya kita lihat dulu
sejarah, kemampuan dan strategi Rusia menciptakan pesawat tempur Su-35.
Su-35 adalah upgrade besar-besaran dari Su-27M, Rusia
berencana menjadikan pesawat tempur ‘spesialis intersep dan superioritas udara’
ini menjadi pesawat tempur multiperan yang lebih kuat dari Su-30.
Su-27 kemudian di upgrade
dengan kemampuan baru agar mampu menggunakan persenjataan amunisi presisi, untuk
mengaktifkan kemampuan ini Su-27 memasang radar udara baru, modifikasi pada
sistem kontrol senjata, modifikasi pada air frame, dan penambahan canard.
Karena sejumlah alasan, Su-27M upgrade tidak pernah diproduksi. Pada bulan
Februari tahun 2008 Sukhoi Su-35 lepas landas di pangkalan udara Ramensky
Airfield di Gromov Flight Research Institute. Pesawat tempur ini awalnya diberi
nama Sukhoi Su-35BM (modernisasi besar atau upgrade besar), dan kemudian
berganti nama menjadi Su-35 untuk pasar ekspor.
Setelah Angkatan
Udara Rusia tertarik dengan pesawat tempur baru ini, muncul varian Sukhoi
Su-35S, huruf ‘S’ dibelakangnya menandakan versi yang ditujukan untuk
Kementerian Pertahanan Rusia. Su-35 memiliki fitur dan kemampuan tempur yang
mendekati pesawat tempur generasi kelima. Su-35S hanya minus dua persyaratan
sebagai pesawat generasi kelima, yakni kurangnya teknologi siluman dan APAR
(active phased array radar) atau radar AESA.
Persenjataan
Sukhoi Su-35S dilengkapi persenjataan meriam 30mm,
memiliki 12 hardpoint untuk beragam rudal dan bom presisi, dan dapat mendeteksi
target pada jarak lebih dari 400 kilometer, sedangkan radar dapat melacak
hingga 30 target secara bersamaan.
Su-35S memiliki
jangkauan operasional lebih dari 3.500 kilometer tanpa mengisi bahan bakar.
Fitur paling menonjol dari pesawat tempur generasi keempat lainnya adalah mesin
baru, avionik dan radar yang lebih kuat.
Mesin Kuat
Mesin Kuat
Penggunaan mesin dengan daya dorong kuat adalah pembeda
signifikan Su-35 dari jet tempur lawas Su-27 family. Mesin baru tersebut
dikembangkan oleh NPO Saturn, anak perusahaan UEC, dan dikenal dengan sebutan
117.Mesin baru merupakan upgrade dari mesin AL-31F yang menggunakan beberapa
teknologi generasi kelima. Upgrade telah meningkatkan tenaga dorong mesin 16%
hingga 14.500 kgf dengan afterburner dan 8.800 kgf maximum dry thrust .
Lifetime mesin meningkat secara
signifikan (hingga 2 x sampai 2.7 x ) dibandingkan dengan mesin lawas AL-31F,
sekitar 500 hingga 1.000 jam terbang sebelum perbaikan (dan 1.500 jam lebih
lama sebelum overhaul pertama), total lifetime mesin meningkat dari 1.500
menjadi 4.000 jam. Dua produsen mesin – Ufa Engine Manufacturing Company (UMPO)
dan Rybinsk-based NPO Saturn – akan bekerjasama memproduksi mesin 117.
Avionik Canggih
Avionik Canggih
Avionik dan perangkat Su-35
terintegrasi didalam sistem pengolahan informasi dan kontrol tunggal yang
terdiri dari dua CPU digital, Interface dan Data Conversion System, dan head-up
display (HUD) dengan tampilan full glass cockpit.
Su-35 memiliki dua LCD warna
multifungsi LKM-35, sebuah panel multifungsi dengan prosesor display
terintegrasi, dan head-up display lebar Collimated di kaca depan. Berbagai
sistem avionic dan peralatan indikator pesawat dikembangkan oleh Biro Desain
Ramenskoye Instrument, dan Concern Radioelectronic Technologies, anak
perusahaan Kret.Para insinyur KRET juga merancang sistem navigasi baru untuk
jet tempur, yakni sistem navigasi inersia BINS-SP-2 di ekor pesawat.
Sistem navigasi dapat
mengidentifikasi lokasi pesawat secara independen dari posisi satelit dan tanpa
bantuan dengan sistem darat, dengan tingkat akurasi dua kali lebih baik dari
versi sebelumnya. BINS-SP-2 juga memiliki lifetime hingga 10.000 jam, hampir
dua kali lipat dari sistem navigasi sebelumnya. Sistem navigasi yang dibuat
oleh anak perusahaan Kret ini juga akan juga digunakan dalam pesawat tempur
generasi kelima.
Sumber: Jakartagreater.com
No comments:
Post a Comment